Sabtu, 26 Januari 2013

BAB 15 Prinsip Pemusatan Aktivitas pada Koperasi


Prinsip Pemusatan Aktivitas pada Koperasi

Sebutan kapitalistik, sebut saja berbadan hukum sebagai perseroan terbatas, merupakan bentuk pemusatan kapital dari sekelompok pemilik modal.  Pada perseroan terbatas yang bersifat tertutup maka jumlah pemilik modal terbatas untuk pihak-pihak tertentu saja dan biasanya memiliki hubungan dekat diantara satu dengan yang lainnya.  Kekuasaan setiap pemilik modal ditentukan berdasarkan kontribusi modalnya terhadap perusahaan.  Semakin besar kontribusi modalnya, semakin besar pula hak dan kekuasaannya terhadap perusahaan.
Pada perseroan terbatas yang bersifat terbuka (go public) maka pemilik modal, yaitu para pemegang saham, dapat berjumlah banyak orang dan dapat berganti-ganti setiap saat.  Perusahaan sulit mengenali satu persatu siapa pemegang sahamnya.  Dividen diberikan kepada siapa saja yang dapat menunjukkan sertifikat saham yang diterbitkan oleh perusahaan. 
Pembeli saham di pasar saham biasanya didasari oleh dua motif, yaitu memperoleh capital gain (nilai tambah modal) atas perubahan kurs saham di pasar saham dan atau memperoleh dividen atas saham.  Semakin besar kemampuan perusahaan meraih laba, semakin naik kurs sahamnya, dan semakin tinggi pula dividen yang dapat dibagikannya kepada setiap satuan saham.  Laba menjadi kriteria sukses atau gagalnya perusahaan.  Jelas sekali bahwa perusahaan kapitalistik merupakan capital base firm dimana perusahaan adalah wahana untuk memusatkan modal yang bersumber dari berbagai pihak.  Manfaat bagi pemilik modal adalah nilai yang dihasilkan atas pendayagunaan modalnya.  Posisi pemilik modal sebagai manusia berada dibelakang modalnya.
Apakah koperasi juga merupakan institusi pemusatan modal? Bila konsep koperasi hanya dipahami secara sepintas, barang kali jawabannya menjadi ya, sama saja seperti bentuk perusahaan yang lain. Indikasinya bahwa setiap orang yang menjadi anggotanya diwajibkan menyetor simpanan pokok dan simpanan wajib yang dianalogikan sama seperti saham pada perseroan terbatas.  Tetapi, pemikiran yang lebih kritis kemudian akan bertanya, mengapa di dalam koperasi berlaku prinsip satu anggota satu suara, dan mengapa pula ada prinsip bunga atas modal dibatasi.  Lalu, mengapa pula diberlakukan sistem patronage refund di dalam distribusi sisa hasil usaha, dimana sisa hasil usaha didistribusikan kepada anggota menurut besarnya partisipasi anggota sebagai pelanggan koperasi. 
Semakin diperdalam pemahaman tentang nilai, norma dan prinsip-prinsip koperasi, maka pemikiran kritis akan melahirkan berbagai pertanyaan lanjutan yang semuanya menuntut jawaban logis.
Berdasarkan pemikiran yang sederhana, pengungkapan pemikiran kritis dapat dimulai dengan mengupas sebutan koperasi.  Koperasi diterjemahkan dari co-operation, seharusnya diterjemahkan menjadi ko-operasi.  Mengacu pada hakikat dari terminologinya, berarti koperasi menggambarkan aktivitas bersama.  Dikaitkan dengan konsep pemusatan, berarti di dalam koperasi terjadi pemusatan operasi, bukan pemusatan modal. 
Istilah usaha bersama yang dikenal sehari-hari harus diartikan sebagai memusatkan operasi kegiatan ekonomi ke dalam satu wadah yaitu koperasi, bukan dalam arti bisnis bersama untuk mencari keuntungan atas pendayagunaan modal bersama.  Artinya, di dalam koperasi pengadaan atau pembelian maka seluruh anggota memusatkan operasi pengadaan atau pembelian barang/jasa ke dalam koperasi, dan tidak dilakukan sendiri secara individual.  Begitu pula dalam hal koperasi penjualan atau pemasaran, maka oeprasi penjualan atau pemasaran dipusatkan ke dalam koperasi.
Melalui upaya pemusatan aktivitas, akan diperoleh manfaat peningkatan efisiensi dan efektivitas kegiatan bagi setiap individu yang bergabung di dalam koperasi.  Efisiensi terutama berkaitan dengan pencapaian skala ekonomi kegiatan.  Sampai tingkat tertentu, apabila skala kegiatan diperbesar maka biaya persatuan unit barang/jasa dapat diturunkan. 
Efektivitas kegiatan antara lain berhubungan dengan pemanfaatan pasar.  Karena permintaan dan atau penawaran dipusatkan ke dalam satu kekuatan melalui institusi koperasi maka posisi tawar dapat diperkuat, biaya transaksi dapat dihemat dan diperoleh manfaat dari difusi informasi. 
Jelas sekali dapat digambarkan bahwa manfaat dari upaya berkoperasi berasal dari pemusatan kegiatan.  Individu anggota menyerahkan sebagian  atau seluruh kegiatan ekonominya untuk dijalankan oleh koperasi dan sebagai hasilnya maka setiap anggota akan menerima manfaat efisiensi  dan efektivitas kegiatan ekonominya masing-masing.
 Karena itu, jumlah kontribusi modal dari setiap anggota tidak menentukan posisi dari anggota yang bersangkutan.  Posisi dan peran anggota akan ditentukan oleh besarnya partisipasi mereka terhadap aktivitas bersama di dalam koperasi.  Sebaliknya, eksistensi dan daya berkembangnya koperasi bukan ditentukan oleh besarnya kontribusi modal dari anggota melainkan dari partisipasi dan daya ikat koperasi terhadap kepentingan kegiatan ekonomi anggota. (majalah PIP 06)


BAB 14 Transformasi Sosial Ekonomi Melalui Pendidikan Koperasi


Transformasi Sosial Ekonomi Melalui Pendidikan Koperasi

 Kemiskinan yang dialami umat manusia di dunia, karena mereka tidak memiliki kemampuan memperoleh penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan minimum. Ketidakmampuan bersumber dari kurangnya pengetahuan dan pendidikan sehingga peluang mendapatkan pekerjaan yang  yang layak sangat kecil.  Masyarakat Indonesia yang sebagian besar kondisi ekonominya berada di sekitar garis kemiskinan sangat rentan apabila terjadi kegoncangan ekonomi maka merekalah yang paling cepat berubah dari posisi paspasan menjadi miskin. Jumlah masyarakat dalam kondisi seperti ini diperkirakan 60 % dari populasi penduduk Indonesia (kira-kira 74.000.000 orang).
Lalu, pendidikan seperti apa yang dibutuhkan masyarakat menengah ke bawah ini? Apakah pendidikan  ilmu ekonomi yang dipelajari di sekoilah? atau cara berdagang yang diturunkan nenek moyang, atau meniru pengalaman suku  keturunan seperti China, India dan Arab? yang sukses berbisnis di Indonesia. Pendidikan formal masyarakat kita mungkin tidak terlalu beda jauh dengan pendidikan formal suku keturunan, namun boleh jadi budaya dan prilaku berbisnis masyarakat asli yang masih kurang. Hal ini  dibuktikan bahwa lembaga keuangan di Indonesia lebih mudah memberikan kredit kepada masyarakat keturunan dibandingkan dengan masyarakat asli. Fakta membuktikan bahwa hampir semua jalan protocol atau wilayah strategis untuk berbisnis di kota-kota besar di Indonesia sudah dikuasai masyarakat keturunan, sedang masyarakat asli semakin tergusur ke pinggiran kota.
Kondisi seperti  ini akan berlanjut terus menerus jika tidak ada usaha penalaran bagi masyarakat tentang prilaku dan kebiasaan dalam hal memperoleh uang dan bagaimana menggunakannya secara bijaksana dan bertanggungjawab. Atas pertimbangan inilah Koperasi Kredit (Kopdit) atau Credit Union (CU) menetapkan Pendidikan dan Pelatihan sebagai salah satu pilar penting dalam mengembangkan Kopdit.Pendidikan/pelatihan memang diperlukan untuk mentransformasi social ekonomi.
Mengapa Pendidikan Diperlukan ?
Kita ketahui bersama bahwa koperasi memiliki jatidiri yang dikeluarkan ICA (International Cooperative Alliance) pada tahun 1995 di Manchaster United Kingdom (Inggris) yang terdiri dari tiga bagian, yaitu Devinisi Koperasi, Nilai-nilai Koperasi dan Prinsip-prinsip Koperasi. Jika Gerakan Koperasi Indonesia dapat mensosialisasikan dan menerapkan Jadidiri ini secara konsisten maka Undang-undang Koperasi tidak diperlukan. Karena beberapa praktek di sejumlah Negara justru koperasi berjalan secara efektif tanpa UU Koperasi dan cukup dengan Peraturan Pemerintah. tetapi mereka menerapkan jatidiri koperasi secara konsisten dan taat asas. Pada prinsip ke lima Jatidiri Koperasi berisi pendidikan, pelatihan dan Informasi. Prinsip ini juga yang menjadikan kewajiban bagi setiap koperasi kredit harus menjalankan pendidikan, pelatihan dan informasi bagi anggotanya. Bagi internal Kopdit pendidikan memang mutlak dilaksanakan karena beberapa alasan,
1.         Lewat pendidikan/pelatihan dan informasi para anggota dapat mengetahui filosofis Kopdit, mengetahui hak dan kewajiban serta mengetahui manfaat yang diterima dari Kopdit.
2.         Dengan pendidikan/pelatihan anggota dapat merubah mindset bagaimana cara bekerja untuk memperoleh penghasilan yang layak dalam usaha memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
3.         Dengan pendidikan/pelatihan dan ninformasi anggota dapat menggunakan uang dari penghasilannya secara bijaksana dan bertanggungjawab sehingga mereka memahami dan melaksanakan Anggaran Belanja Keluarga (ABK)
4.         Dengan pendidkan/pelatihan dan informasi, perngurus, pemgawas serta staf dapat memahami pengelolaan keuangan koperasi secara prudent accountable dan responsible serta trasparansi kepada anggota dan masyarakat.
5.         Dengan pendidikan/pelatihan dan informasi pengurus koperasi dapat mengawasi secara sistematis dan akurat sehingga menghindari praktek-praktek penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan keuangan yang menyebabkan koperasi bermasalah sampai bangkrut.
6.         Dengan pendidikan/pelatihan dan informasi Pengutus, Pengelola (manager) dapat mengembangkan koperasi berskala besar sehingga meningkatkan market share serta meningkatkan volume usaha dan meningkatkan pendapatan.
7.         Dengan pendidikan/pelatihan dan informasi menjamin regenerasi kepengurusan dan pelaksana serta keberlangsungan koperasi itu sendiri sehingga dapat diteruskan oleh genetasi yang akan datang dengan lancar.
Dengan alasan tersebut maka pendidikan, pelatihan dan informasi bukan merupakan beban bagi koperasi Indonesia melainkan suatu kebutuhan yang harus dijalankan setiap lembaga ekonomi yang bernama koperasi. Pelaksanaan pendidkan harus dilaksanakan oleh koperasi itu sendiri dengan menggunakan dana pendidikan dan jangan selalu mengharapkan bantuan pihak luar agar timbul kemandirian dan penguatan otonom koperasi. Koperasi yang memiliki kemandirian dan otonom biasanya tahan banting sehingga apapun gejolak dan gangguan yang datang dapat diantisipasi lebih awal. Koperasi-koperasi seperti inilah yang diharapkan oleh pendiri bangsa ini yaitu DR Mohamad Hatta untuk menciptakan social ekonomi yang berdaulat dan berkeadilan menuju masyarakat adil dan makmur.
Gerakan Koperasi Kredit Indonesia (GKKI) dalam mengembangkan Kopdit di tanah air menggunakan tiga pilar yaitu (1) Pendidkan dan Pelatihan, (2) Solidaritas/Setia kawan dan (3) Swadaya/Mandiri. Setiap koperasi kredit yang bergabung dalam jaringan GKKI wajib menjalankan tiga pilar tersebut. Karena itu setiap orang yang mau menjadi anggota wajib untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, mereka harus membayar biaya pelatihan dasar Kopdit.
Solidaritas muncul pada pelayanan Dana Perlindungan Bersama (Daperma), dimana anggota yang mengalami musibah akan mendapat santunan dari Daperma dan pinjaman yang tersisa  dilunasi Daperma kepada Kopdit, Tentang swadaya/mandiri diwujudkan dalam komitmen bahwa Koipdit tidak meminta-minta kepada pihak lain tetapi harus berusaha untuk diatasi Kopdit itu sendiri dan jaringan-jaringannya. Termasuk permodalan untuk dipinjamkan diharapkan tidak berasal dari luar tetapi dari anggota Kopdit itu sendiri, atau dapat dipinjam dari Interlending (silang pinjam).
Dalam mewjudkan tiga pilar dan pelayanan tiga jenjang (Kopdit, Puskopdit, Inkopdit) maka dapat dilihat pada gambar pelayanan dan kewajiban setiap jenjang. Kopdit akan melakukan beberapa kewajiban ke Puskopdit, antara lain menyimpan ke Puskopdit baik simpanan pokok (SP), simpanan wajib (SW) maupun jenis tabungan lainnya, mengikuti pelatihan yang dilaksanakan Puskopdit, mengikuti program Daperma, menyetor dana solidaritas ke Puskoipdit, menerima program audit dari Puskopdit.
Sementara Puskopdit sendiri akan melakukan kewajiban ke Inkopdit antara lain menyimpan SP, SW naupun jenis tabungan lain, melaksanakan pelatihan kepada Kopdit, menyetor solidaritas yang diterima dari Kopdit, menerima p[rogram audit, membantu Imkopdit dalam mengawasi dan membina program Daperma. Sedang kewajiban Inkopdit, yaitu menyetor iuran solidaritas/keanggotaan ke ACCU. Pelayanan yang diperoleh dari ACCU untuk Inkopdit antara lain mendapat program pengembangan dan pelatihan dari ACCU, memjperoleh informasi terkini tentang produk-produk baru yang dikeluarkan oleh ACCU dan mengikuti AGM ACCU.
Pelayanan Inkopdit ke Puskopdit yaitu, pemberian pinjaman Interlending, pelatihan yang sifatnya khusus, audit diminta atau tidak diminta. pendampingan bagi Puskopdit yang bermasalah, dan mengikuti Rapat Anggota Tahunan Nasional (RAT-NAS) Inkopdit. Pelayanan Puskopdit ke Kopdit memberikan pendidikan/pelatihan, advokasi, pinjaman Interlending Daerah, mendampingi Kopdit bermasalah, audit Kopdit diminta atau tidak diminta dan mengikuti RAT Daerah Puskopdit.
Jenis pendidikan/pelatihan yang diberikan Inkopdit antara lain (1) Pelatihan Motivasi Dasar-dasar Kopdit/150 menit, (2) Pelatihan Manajemen Dasar Kopdit/19 Jam, (3) Pelatihan Manajemen Organisasi dan Kepemimpinan/14,5 jam, (4) Pelatihan Manajemen Keuangan/17,5 jam, (5) Pelatihan Manajemen Perkreditan/18 jam, (6) Pelatihan Manajer Kopdit/29,5 Jam, (7) Pelatihan Manajemen Kepegawaian/17 Jam, (8) Pelatihan Audit dan Praktek/46 Jam, (9) Pelatihan Pelatih/19,5 Jam, (10) Pelatihan Akuntansi Kopdit/20,5 Jam, (11) Pelatihan Program Sofware/45 Jam. Pelatihan-pelatihan tersebut dapat dilaksanakan di Training Center Puskoipdit, tergantung permintaan masing-masing Puskopdit


BAB 13 Laporan Keuangan sebagai Alat Penilaian Keberhasilan atau Kinerja Pengurus Koperasi


 Laporan Keuangan sebagai Alat Penilaian Keberhasilan atau Kinerja Pengurus Koperasi.

Salah satu fungsi laporan keuangan koperasi adalah untuk menilai prestasi/kinerja dari pertanggungjawaban pengurus, sehingga dari sisi dapat diketahui besar kecilnya kemajuan usaha koperasi. Untuk mengetahui kemajuan usaha koperasi ini, komponen laporan keuangan koperasi, khususnya laporan perhitungan SHU dan neraca koperasi bisa dibandingkan dengan laporan perhitungan SHU dan neraca koperasi tahun buku sebelumnya. Oleh karena itu, penyajian laporan keuangan koperasi pada suatu tahun buku, sebaiknya dilampiri dengan laporan keuangan tahun buku sebelumnya. Sementara itu, untuk penyajian laporan perubahan modal koperasi tidak harus dilampiri dengan laporan perubahan modal tahun buku sebelumnya, karena penyajian laporan perubahan modal untuk satu tahun buku yang bersangkutan sudah bisa menggambarkan ada tidaknya peningkatan modal pada tahun buku tersebut. Disamping itu, laporan perubahan modal ini tidak begitu memberikan informasi tentang kemajuan usaha koperasi.
Dengan membandingkan laporan perhitungan SHU dan neraca suatu tahun buku. Tentu dengan tahun buku sebelumnya, akan dapat diperoleh informasi tentang  :
1.   Ada tidaknya perkembangan sumber pendapatan koperasi.
2.   Besarnya penurunan/peningkatan pendapatan dari masing-masing sumber pendapatan koperasi.
3.   Besarnya penurunan – peningkatan biaya operasional kegiatan koperasi.
4.   Besarnya penurunan – peningkatan SHU koperasi.
5.   Perubahan nilai aktiva, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
6.   Besarnya penurunan/peningkatan utang maupun modal sendiri dari masing-masing sumber.

Informasi di atas pada dasarnya merupakan sebagian dari pedoman untuk melakukan penilaian atas kinerja pengurus dalam mengelola usaha koperasi.
Untuk menilai prestasi/kinerja atau keberhasilan pengurus dalam mengelola koperasi, di samping menggunakan laporan keuangan tahun buku sebelumnya, juga dapat menggunakan RAPBKop (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Koperasi). Dalam hal ini bisa dilakukan dengan cara membandingkan laporan keuangan koperasi dengan RAPBKop tahun buku yang bersangkutan. Jika angka-angka dalam laporan keuangan cenderung mendekati atau sama dengan angka-angka yang ditetapkan dalam RAPBKop, ini menunjukkan bahwa prestasi/kinerja pengurus cenderung baik (berhasil) dalam mengelola usaha koperasi, begitu pula sebaliknya.
Satu hal yang perlu diketahui, bahwa besarnya SHU dalam koperasi tidak mutlak digunakan sebagai satu-satunya alat penilaian keberhasilan atau prestasi/kinerja pengurus dalam mengelola usaha koperasi. Keberhasilan atau prestasi/kinerja pengurus juga harus dinilai dari tingkat kesejahteraan (peningkatan kesejahteraan) yang dicapai oleh anggota dan masyarakat dari layanan usaha koperasi yang bersangkutan. Semakin meningkatnya kesejahteraan anggota dan masyarakat dengan adanya layanan usaha koperasi mengindikasikan adanya keberhasilan pengurus dalam mengelola usaha koperasi.



Kamis, 24 Januari 2013

BAB 12 Perkembangan Koperasi


PEMBANGUNAN KOPERASI
A. Pembangunan Koperasi di Negara Berkembang 
Kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan koperasi di Negara berkembang adalah sebagai berikut :
1. Sering koperasi, hanya dianggap sebagai organisasi swadaya yang otonom partisipatif dan demokratis dari rakyat kecil (kelas bawah) seperti petani, pengrajin, pedagang dan pekerja/buruh
2. Selain itu ada berbagai pendapat yang berbeda dan diskusi-diskusi yang controversial mengenai keberhasilan dan kegagalan seta dampak koperasi terhadapa proses pembangunan ekonomi social di negara-negara dunia ketiga (sedang berkembang) merupakan alas an yang mendesak untuk mengadakan perbaikan tatacara evaluasi atas organisasi-organisasi swadaya koperasi.
3. Kriteria ( tolok ukur) yang dipergunakan untuk mengevaluasi koperasi seperti perkembangan anggota, dan hasil penjualan koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi, modal penyertaan para anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya, telah dan masih sering digunakan sebagai indikator mengenai efisiensi koperasi.
Konsepsi mengenai sponsor pemerintah dalam perkembangan koperasi yang otonom dalam bentuk model tiga tahap, yaitu :
Tahap pertama : Offisialisasi --> Mendukung perintisan pembentukan Organisasi Koperasi. Tujuan utama selama tahap ini adalah merintis pembentukan koperasi dari perusahaan koperasi, menurut ukuran, struktur dan kemampuan manajemennya,cukup mampu melayani kepentingan para anggotanya secara efisien dengan menawarkan barang dan jasa yang sesuai dengan tujuan dan kebutuhannya dengan harapan agar dalam jangka panjang mampu dipenuhi sendiri oleh organisasi koperasi yang otonom.
Tahap kedua : De Offisialisasi --> Melepaskan koperasi dari ketergantungannya pada sponsor dan pengawasan teknis, Manajemen dan keuangan secara langsung dari organisasi yand dikendalikan oleh Negara. Tujuan utama dari tahap ini adalah mendukung perkembangan sendiri koperasi ketingkat kemandirian dan otonomi .artinya, bantuan, bimbingan dan pengawasan atau pengendalian langsung harus dikurangi.
Kelemahan-kelemahan dalam penerapan kebijakan dan program yang mensponsori pengembangan koperasi, yaitu :
- Untuk membangkitkan motivasi para petani agar menjadi anggota koperasi desa, ditumbuhkan harapan-harapan yang tidak realistis pada kerjasama dalam koperasi bagi para anggota dan diberikan janji-janji mengenai perlakuan istimewa melalui pemberian bantuan pemerintah.
- Selama proses pembentukan koperasi persyaratan dan kriteria yang yang mendasari pembentukan kelompok-kelompok koperasi yang kuatdan, efisien, dan perusahaan koperasi yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya secara otonom, tidak mendapat pertimbangan yang cukup.
- Karena alas an-alasan administrative, kegiatan pemerintah seringkali dipusatkan pada pembentukan perusahaan koperasi, dan mengabaikan penyuluhan, pendidikan dan latihan para naggota, anggota pengurus dan manajer yang dinamis, dan terutama mengabaikan pula strategi-strategi yang mendukung perkembangan sendiri atas dasar keikutsertaan anggota koperasi.
- Koperasi telah dibebani dengan tugas-tugas untuk menyediakan berbagai jenis jasa bagi para anggotanya (misalnya kredit), sekalipun langkah-langkah yang diperlukan dan bersifat melengkapi belum dilakukan oleh badan pemerintah yang bersangkutan (misalnya penyuluhan).
- Koperasi telah diserahi tugas, atau ditugaskan untuk menangani program pemerintah, walaupun perusahaan koperasi tersebut belum memiliki kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan program itu.
- Tujuan dan kegiatan perusahaan koperasi (yang secara administratif dipengaruhi oleh instansi dan pegawai pemerintah) tidak cukup mempertimbangkan, atau bahkan bertentangan dengan, kepentingan dan kebutuhan subyektif yang mendesak, dan tujuan-tujuan yang berorientasi pada pembangunan para individu dan kelompok anggota.
B. Pembangunan Koperasi di Indonesia
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting da lam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan, berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai proses perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna mencapai kesejahteraan anggotanya. Tujuan pembangunan koperasi di Indonesia adalah menciptakan keadaan masyarakat khususnya anggota koperasi agar mampu mengurus dirinya sendiri (self help).
C. Permasalahan dalam Pembangunan Koperasi
Koperasi bukan kumpulan modal, dengan demikian tujuan pokoknya harus benar-benar mengabdi untuk kepentingan anggota dan masyarakat di sekitarnya. Pembangunan koperasi di Indonesia dihadapkan pada dua masalah pokok yaitu :
1. Masalah internal koperasi antara lain: kurangnya pemahaman anggota akan manfaat koperasi dan pengetahuan tentang kewajiban sebagai anggota. Harus ada sekelompok orang yang punya kepentingan ekonomi bersama yang bersedia bekerja sama dan mengadakan ikatan sosial. Dalam kelompok tersebut harus ada tokoh yang berfungsi sebagai penggerak organisatoris untuk menggerakkan koperasi ke arah sasaran yang benar.
2. Masalah eksternal koperasi antara lain iklim yang mendukung pertumbuhan koperasi belum selaras dengan kehendak anggota koperasi, seperti kebijakan pemerintah yang jelas dan efektif untuk perjuangan koperasi, sistem prasarana, pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan.
D. Kunci Pembangunan Koperasi
> Menurut Ace Partadiredja dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan koperasi Indonesia adalah rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan karena pemerataan tingkat pendidikan sampai ke pelosok baru dimulai pada tahun 1986, sehingga dampaknya baru bisa dirasakan paling tidak 15 tahun setelahnya.
> Berbeda dengan Ace Partadiredja, Baharuddin berpendapat bahwa faktor penghambat dalam pembangunan koperasi adalah kurangnya dedikasi pengurus terhadap kelangsungan hidup koperasi. Ini berarti bahwa kepribadian dan mental pengurus, pengawas, dan manajer belum berjiwa koperasi sehingga masih perlu diperbaiki lagi.
> Prof. Wagiono Ismangil berpendapat bahwa faktor penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya kerja sama di bidang ekonomi dari masyarakat kota. Kerja sama di bidang sosial (gotong royong) memang sudah kuat, tetapi kerja sama di bidang usaha dirasakan masih lemah, padahal kerja sama di bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan kemajuan lembaga koperasi.
Ketiga masalah di atas merupakan inti dari masalah manajemen koperasi dan merupakan kunci maju atau tidaknya koperasi di Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas koperasi, diperlukan keterkaitan timbal balik antara manajemen profesional dan dukungan kepercayaan dari anggota. Mengingat tantangan yang harus dihadapi koperasi pada waktu yang akan datang semakin besar, maka koperasi perlu dikelola dengan menerapkan manajemen yang profesional serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi. Untuk keperluan ini, koperasi dan pembina koperasi perlu melakukan pembinaan dan pendidikan yang lebih intensif untuk tugas-tugas operasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, apabila belum mempunyai tenaga profesional yang tetap, dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang terkait.
Dekan Fakultas Administrasi Bisnis universitas Nebraska Gaay Schwediman, berpendapat bahwa untuk kemajuan koperasi maka manajemen tradisional perlu diganti dengan manajemen modern yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Semua anggota diperlakukan secara adil,
b. Didukung administrasi yang canggih,
c. Koperasi yang kecil dan lemah dapat bergabung (merjer) agar menjadi koperasi yang lebih kuat dan sehat,
d. Pembuatan kebijakan dipusatkan pada sentra-sentra yang layak,
e. Petugas pemasaran koperasi harus bersifat agresif dengan menjemput bola bukan hanya menunggu pembeli,
f. Kebijakan penerimaan pegawai didasarkan atas kebutuhan, yaitu yang terbaik untuk kepentingan koperasi,
g. Manajer selalu memperhatikan fungsi perencanaan dan masalah yang strategis,
h. Memprioritaskan keuntungan tanpa mengabaikan pelayanan yang baik kepada anggota dan pelanggan lainnya,
i. Perhatian manajemen pada faktor persaingan eksternal harus seimbang dengan masalah internal dan harus selalu melakukan konsultasi dengan pengurus dan pengawas,
j. Keputusan usaha dibuat berdasarkan keyakinan untuk memperhatikan kelangsungan organisasi dalam jangka panjang,
k. Selalu memikirkan pembinaan dan promosi karyawan,
l. Pendidikan anggota menjadi salah satu program yang rutin untuk dilaksanakan.



BAB 11 Peranan Koperasi


        Menurut UU no.25 tahun 1992 ialah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatanya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asa kekeluargaan

Peranan koperasi dalam perekonomian Indonesia adalah :
·         Alat pendemokrasi ekonomi
·         Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat
·         Membantu pemerintah dalam mengelola cabang-cabang produksi yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak
·         Sebagai sosok guru perekonomian nasional Indonesia (tiang utama pembangunan ekonomi nasional)
·         Membantu pemerintah dalam meletakkan fondasi perekonomian nasional yang kuat dengan menjalankan prinsip-prinsip koperasi Indonesia


BAB 10 Evaluasi Keberhasilan Koperasi dilihat dari Sisi Perusahaan


Evaluasi Keberhasilan Koperasi Dilihat Dari Sisi Perusahaan
Tidak dapat di pungkiri bahwa koperasi adalah badan usaha yang kelahirannya di landasi oleh fikiran sebagai usaha kumpulan orang-orang bukan kumpulan modal. Oleh karena itu koperasi tidak boleh terlepas dari ukuran efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan utamanya melayani anggota.
  • Ukuran kemanfaatan ekonomis adalah adalah manfaat ekonomi dan pengukurannya di hubungkan dengan teori efisiensi, efektivitas serta waktu terjadinya transaksi atau di perolehnya manfaat ekonomi.
  • Efesiensi adalah: penghematan input yang di ukur dengan cara membandingkan input anggaran atau seharusnya (Ia) dengan input realisasi atau sesungguhnya (Is), jika Is <>
(1) Manfaat ekonomi langsung (MEL)
(2) Manfaat ekonomi tidak langsung (METL)
v MEL adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota langsung di peroleh pada saat terjadinya transaksi antara anggota dengan koperasinya.
v METL adalah manfaat ekonomi yang diterima oleh anggota bukan pada saat terjadinya transaksi, tetapi di peroleh kemudian setelah berakhirnya suatu periode tertentu atau periode pelaporan keuangan/pertanggungjawaban pengurus & pengawas, yakni penerimaan SHU anggota.
Produktivitas Koperasi
Produktivitas Koperasi :
1.Efisiensi penggunaan sumber-sumber organisasi
2.Ukuran sejauh mana koperasi menggunakan sumber daya dan dana untuk memperoleh pendapatan atau meraih benefit ekonomi dan sosial
3.Pertumbuhan yaitu adanya peningkatan kuantitas asset usaha, jasa, perolehan pendapatan dan lain-lain.
Produktivitas adalah pencapaian target output (O) atas input yang digunakan (I), jika (O>1) disebut produktif.
Rumus perhitungan produktivitas perusahaan koperasi :
PPK S H U X 100%
Misalnya Modal koperasi
Rp. 102,586,680 X 100%
Rp. 118,432,448
= Rp. 86.62
Dari hasil ini dimana PPK > 1 maka koperasi ini adalah produktif.



BAB 9 Evaluasi Keberhasilan Koperasi dilihat dari Sisi Anggota


Evaluasi Keberhasilan Koperasi dilihat dari Sisi Anggota

A. EFEK-EFEK EKONOMIS KOPERASI
Salah satu hubungan penting yang harus dilakukankoperasi adalah dengan para anggotanya, yang kedudukannya sebagi pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Motivasi ekonomi anggota sebagi pemilik akan mempersoalkan dana (simpanan-simpanan) yang telah di serahkannya, apakah menguntungkan atau tidak. Sedangkan anggota sebagai pengguna akan mempersoalkan kontinuitas pengadaan kebutuhan barang-jasa, menguntungkan tidaknya pelayanan koperasi dibandingkan penjual /pembeli di luar koperasi.
Pada dasarnya setiap anggota akan berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan perusahaan koperasi :
1. Jika kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhannya
2. Jika pelayanan itu di tawarkan dengan harga, mutu atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan di banding yang di perolehnya dari pihak-pihak lain di luar koperasi.

B. EFEK HARGA DAN EFEK BIAYA

Partisipasi anggota menentukan keberhasilan koperasi. Sedangkan tingkat partisipasi anggota di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : Besarnya nilai manfaat pelayanan koperasi secara utilitarian maupun normatif.
Motivasi utilitarian sejalan dengan kemanfaatan ekonomis. Kemanfaatan ekonomis yang di maksud adalah insentif berupa pelayanan barang-jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien, atau adanya pengurangan biaya dan atau di perolehnya harga menguntungkan serta penerimaan bagian dari keuntungan (SHU) baik secara tunai maupun dalam bentuk barang.
Bila dilihat dari peranan anggota dalam koperasi yang begitu dominan, maka setiap harga yang ditetapkan koperasi harus di bedakan antara harga untuk anggota dengan harga untuk non anggota. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing.

1. Analisis Hubungan Efek Ekonomis dan Keberhasilan koperasi
Dalam badan usaha koperasi, laba (profit) bukanlah satu-satunya yang di kejar oleh manajemen, melainkan juga aspek pelayanan (benefit oriented). Di tinjau dari konsep koperasi, fungsi laba bagi koperasi tergantung pada besar kecilnya partisipasi ataupun transaksi anggota dengan koperasinya. Semakin tinggi partisipasi anggota, maka idealnya semakin tinggi manfaat yang di terima oleh anggota. Keberhasilan koperasi di tentukan oleh salah satu faktornya adalah partisipasi anggota dan partispasi anggota sangat berhubungan erat dengan efek ekonomis koperasi yaitu manfaat yang di dapat oleh anggota tsb.

2. Penyajian dan Analisis Neraca Pelayanan
Di sebabkan oleh perubahan kebutuhan dari para anggota dan perubahan lingkungan koperasi, terutama tantangantantangan kompetitif, pelayanan koperasi terhadap anggota harus secara kontinu di sesuaikan. Ada dua faktor utama yang mengharuskan koperasi meningkatkan pelayanan kepada anggotanya.
1. Adanya tekanan persaingan dari organisasi lain (terutama organisasi non koperasi).
2. Perubahan kebutuhan manusia sebagai akibat perubahan waktu dan peradaban. Perubahan kebutuhan ini akan menentukan pola kebutuhan anggota dalam mengkonsumsi produk-produk yang di tawarkan oleh koperasi.
Bila koperasi mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anggota yang lebih besar dari pada pesaingnya, maka tingkat partisipasi anggota terhadap koperasinya akan meningkat. Untuk meningkatkan pelayanan, koperasi memerlukan informasi-informasi yang dating terutama dari anggota koperasi.



http://ivanlipio.blogspot.com/2011/11/evaluasi-keberhasilan-koperasi-dilihat.html