BAB IX
Perlindungan Konsumen
Pengertian Konsumen
Menurut
UU Perlindungan Konsumen - Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK,
"Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali."
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Asas perlindungan konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2,
ada lima asas perlindungan konsumen.
·
Asas manfaat
Maksud asas
ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
·
Asas keadilan
Asas ini
dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh
haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
•
Asas keseimbangan
Asas ini
dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d.Asas keamanan dan
keselamatan konsumen.
•
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini
dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
•
Asas kepastian hukum
Asas ini
dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh
keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin
kepastian hukum.
Tujuan
perlindungan konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa
tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
•
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri.
•
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
•
Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
•
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
•
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha.
•
Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.
Hak Konsumen
•
Hak atas
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
•
Hak untuk
memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
•
Hak atas
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
•
Hak untuk
didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
•
Hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut
•
Hak untuk
mendapat pembinaan dan pendidikan consume
•
Hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
•
Hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya
•
Hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Kewajiban konsumen
•
membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
•
beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
•
membayar
dengan nilai tukar yang disepakati
•
mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
Hak pelaku usaha
•
hak untuk
menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
•
hak untuk
mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik
•
hak untuk
melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa
konsumen
•
hak untuk
rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
•
hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha
•
beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya
•
memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
•
memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
•
menjamin mutu
barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
•
memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan
•
memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
•
memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Perbuatan yang dilarang bagi para Pelaku
Usaha
•
Larangan dalam menawarkan/mempromosikan/mengiklankan
secara tidak benar
•
Larangan dalam penjualan secara obral/lelang
•
Larangan dalam periklanan
Klausula Baku dalam Perjanjian
•
Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha
•
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen
•
Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan
•
Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara langsung maupun tidak langsung
•
Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan
barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen
•
Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat
jasa
•
Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang
berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak
•
Menyatakan bahwa konsumen member kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak tanggungan,hak gadai, atau hak jaminan terhadap
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Tanggung Jawab Pelaku
Usaha
Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh undang – undang nomor 8 tahun
1999, yang tertulis dalam pasal 60 sampai dengan pasal 63 dapat berupa sanksi
administrative, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampas barang
tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah
penghentiaan kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen,
kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabuatn izin usaha.
BAB X
Anti Monopoli & Persaingan Usaha Tidak
Sehat
Anti Monopoli
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan
istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang
dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah
“monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan
pasar”.
Istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu
keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak
tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku
pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti
hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar
Persaingan usaha tidak sehat
adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankankegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan
dengan caratidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.
Asas dan Tujuan
Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari
pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau
menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah
promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Kegiatan yang
Dilarang
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33
ayat 2.
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Menurut pasal 33 ayat 2 ” Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi,
kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
•
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas
barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama
•
Perjanjian yang mengakibatkan
pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus
dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
•
Perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
•
Perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual
atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih
rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
Hal-hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
•
Oligopoli
•
Penetapan harga
•
Pembagian wilayah
•
Pemboikotan
•
Kartel
•
Trust
•
Oligopsoni
•
Integrasi vertical
•
Perjanjian tertutup
•
Perjanjian dengan pihak luar negeri
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah
satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan
hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan
sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa
saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU
Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi
administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
Pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal
25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan
Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000
(dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 5 (lima) bulan.
Pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000
(lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3
(tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam
Pasal 48 dapat dijatuhkan
pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha atau larangan kepada pelaku usaha yang telah
terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki
jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
selama-lamanya 5 (lima) tahun atau penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang
menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
BAB XI
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Pengertian Sengketa
Sengketa adalah pertentangan antara dua
pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu
kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian sengketa secara
damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam
suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian
sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
- Memberi kesempatan yang tidak
adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga
besar atau orang kaya.
- Sebaliknya secara tidak wajar
menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.
Negosiasi / Perundingan (Negotiation)
Negoisasi
adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat
keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda.Seorang Advokat, dalam memberikan
Jasa Hukum kepada klient diluar persidangan, terlebih dahulu membuat surat
somasi kepada pihak lawan untuk Negosiasi guna mencari penyelesaian. Negosiasi
ini merupakan tahap tawar – menawar antara pihak – pihak yang bersengketa,
dimana pihak yang satu dalam hal ini Advokat berhadapan dengan pihak kedua dan
berusaha untuk mencapai titik kesepakatan tentang persoalan tertentu yang
dipersengketakan. Misalnya Negosiasi tentang ingkar janji.
Mediasi
berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui
penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa
melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah
satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara
penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada
mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling
berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan
mediator sebagai pihak ketiga yang netral.
Arbitrase
merupakan sistem ADR (Alternative Dispute Resolution) yang paling formal sifatnya. Lembaga arbitrase tidak lain
merupakan suatu jalur musyawarah yang melibatkan pihak ketiga sebagai wasitnya.
jadi, didalam proses arbitrase para pihak yang bersengketa menyerahkan
penyelesaian sengketanya kepada pihak ketiga yang bukan hakim, melalui advokat
dengan sistem penyelesaian sengketa arbitrase walaupun dalam pelaksanaan
putusannya harus dengan bantuan hakim.
Perbedaan Perundingan ,
Arbitrase dan Ligitasi
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Litigasi
|
Yang mengatur
|
Para pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
Prosedur
|
Informal
|
Agak formal sesuai dengan rule
|
Sangat formal dan teknis
|
Jangka waktu
|
Segera ( 3-6 minggu )
|
Agak cepat ( 3-6 bulan )
|
Lama ( > 2 tahun )
|
Biaya
|
Murah ( low cost )
|
Terkadang sangat mahal
|
Sangat mahal
|
Aturan pembuktian
|
Tidak perlu
|
Agak informal
|
Sangat formal dan teknis
|
Publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka untuk umum
|
Hubungan para pihak
|
Kooperatif
|
Antagonistis
|
Antagonistis
|
Fokus penyelesaian
|
For the future
|
Masa lalu
|
Masa lalu
|
Metode negosiasi
|
Kompromis
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Komunikasi
|
Memperbaiki yang sudah lalu
|
Jalan buntu
|
Jalan buntu
|
Result
|
win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
Pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak dan mencari dalih
|
Suasana emosinal
|
Bebas emosi
|
Emosional
|
Emosi bergejolak
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar