Kebijakan selama periode
1966-1969
Faktor
yang menghambat/ kelemahannya antara lain :
1) Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang
lazim.
2) Defisit anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan
hyper inflasi.
3) Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar
(Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif.
Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat rongrongan dari golongan
kekuatan politik “kontra-revolusi”
Beberapa
kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
1) Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6
Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik
keuangan, termasuk analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia.
2) Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno
memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963
pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan
kepegawaian.
3) Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun
nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola
moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam mengelola
moneter.
A. PELITA I 69 / 70 = 73 / 74
Periode
Pelita I Dimulai dengan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai
Penyempurnaan Tata Niaga Bidang Ekspor dan Impor dan Peraturn Agustus 1971,
mengenai Devaluasi Mata Uang Rupiah Terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya
adalah :
·
Kestabilan harga bahan
pokok,
·
Peningkatan Nilai Ekspor
·
Kelancaran Impor
·
Penyebaran
Barang di Dalam Negeri.
Titik
berat pada sektor pertanian dan industri yang menunjang sektor pertanian.
B. PELITA II 74/75 – 78/79
Kebijaksanaannya
mengenai Perkreditan.
- mendorong para eksportirØ kecil dan menengah,
- mendorong kemajuan pengusaha kecil atau ekonomi lemah
dengan produk Kredit Investasi Kecil (KIK).
Kebijaksanaan
Fiskal,
- Penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankanØ daya saing komoditi ekspor
di pasar dunia untuk menggalakkan penanaman modal asing dan dalam negeri guna
mendorong Investasi Dalam Negeri. Kebijaksanaan 15 November 1978,
- Menaikkan hasil produksi nasional,
- $3B menaikkan daya saing komoditi ekspor yang lemah karena
adanya inflasi yang besarnya rata-ratanya 34 % akibatnya kurang dapat bersaing
dengan produk sejenis dari Negara lain dan adanya resesi dan krisis dunia pada
tahun 1979.
Titik
berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri pengolah bahan mentah
menjadi bahan baku.
C. PELITA III 79/80 – 83/84
- Paket Januari 1982
Tatacara
pelaksanaan Ekspor-Impor dan Lalu lintas devisa. Diterapkan kemudahan dalam hal
pajak yang dikenakan terhadap komoditi ekspor, serta kemudahan dalam hal kredit
untuk komoditi ekspor.
- Paket Kebijaksanaan Imbal Beli (Counter Purchase)
Keharusan eksportir maupun importer uar negeri
untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama.
- Kebijaksanaan Devaluasi 1983,
yakni
Dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar dari Rp 625/$
menjadi Rp 970/$ dengan harapan gairah ekspor dapat meningkat sehingga
permintaan Negara menjadi lebih banyak dan komoditi impor menjadi lebih mahal
karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.
Titik
berat sektor pertanian (swasembada beras) dengan meningkatkan industri pengolah
bahan baku menjadi barang jadi
D. PELITA IV 84/85 – 88/89
- Kebijaksanaan INPRES No. 4 Tahun 1985, dilatarbelakangi
oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
- Paket Kebijaksaan 6 Mei 1986 (PAKEM), dikeluarkan dengan
tujuan untuk mendorong sector swasta di bidang ekspor maupun di bidang
penanaman modal.
- Paket Devaluasi 1986, ditempuh karena jatuhnya harga
minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun. o Paket
Kebijaksanaan 25 Oktober 1986, merupakan deregulasi di bidang perdagangan,
moneter dan penanaman modal dengan melakukan Penurunan Bea masuk impor untuk
komoditi bahan penolong dan bahan baku, proteksi produksi yang lebih efisien,
kebijaksanaan penanaman modal.
- Paket Kebijaksaan 15 Januari 1987, melakukan peningkatan
efisiensi, inovasi dan produktivitas beberapa sector indutri dalam rangka meningkatkan
ekspor non-migas. o Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 (PAKDES), melakukan
restrukturisasi bidang ekonomi.
- Paket 27 Oktober 1988, Kebijaksanaan deregulasi untuk
menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat guna biaya pembangunan.
- Paket Kebijaksanaan 21 November 1988 (PAKNOV), melakukan
deregulasi dan debirokratisasi di bidang perdagangan dan hubungan Laut.
- Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (PAKDES), memberikan
keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang
lebih produktif.
Titik
berat pertanian (melanjutkan swasembada pangan) dengan meningkatkan industri
penghasil mesin-mesin.
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan
tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh
atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset
standar bunga pinjaman ,
"margin requirment", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai Peminjam uang terakhir atau melalui persetujuan melalui
negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada
dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan
internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta
tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat
diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian
terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan
stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh
sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Kebijakan
moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi
secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat
terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam
pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah
satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro
wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary
Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang
edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary
Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang
yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan fiscal adalah kebijakan pemerintah
yang ditujukan untuk mempengaruhi jalan atau proses kehidupan ekonomi
masyarakat melalui anggaran belanja Negara atau APBN.
Arti dan Tujuan Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiscal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran Negara.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N).
Konsep-konsep Dasar
•Kebijakan
Fiskal: perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak
pemerintahan pusat yang dimaksudkan untuk
mencapai penggunaan tenaga
kerja-penuh, stabilitas harga, dan laju
pertumbuhan ekonomi yang pantas.
•Kebijakan Fiskal Ekspansioner: peningkatan belanja pemerintah dan/atau penurunan pajak
yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat dalam
perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk
domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.
perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk
domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.
•Kebijakan Fiskal Kontraksioner: pengurangan belanja pemerintah dan/atau
peningkatan pajak yang dirancang untuk
menurunkan permintaan agregat dalam
perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini
adalah untuk mengontrol inflasi.
KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER SEKTOR LUAR
NEGERI
Kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan
perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal
dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran
pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan
moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat
sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor
perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri.
Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam
menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Kebijakan
fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran
negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit
atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan
negara dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Di
dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan
sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan
sebagai pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan
negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari
perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian.
Dengan demikian hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak
termasuk dalam penerimaan negara. Di lain sisi, yang dimaksud dengan
pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan
pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara.
Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk
dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari
perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya
surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan
menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada
besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan
sebagai cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam
hal terjadi defisit, maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar
negeri (official foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman
dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang
mencakup penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan
demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian
dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan
dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan
adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih
dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar