Sabtu, 02 Juni 2012

BAB 8 Struktur Produksi Pendapatan dan Kemiskinan


Distribusi Pendapatan Nasional dan Kemiskinan

Distribusi Pendapatan Nasional
Cara distribusi pendapatan nasional akan menentukan bagaimana pandapatan nasional yang tinggi mampu menciptakan perubahan-perubahan dan perbaikanperbaikan dalam masyarakat, seperti mengurangi kemiskinan, penganguran dan kesulitan-kesulitan lain dalam masyarakat. Distribusi pendapatan nasional yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara umum. Sistem distribusi yang tidak merata hanya akan menciptakan kemakmuran bagi golongan tertentu saja.
Perbedaan pandapatan timbul karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi. Pihak yang memiliki faktor produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak juga.
Ada sejumlah alat atau media untuk mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan. Alat atau media yang lazim digunakan adalah Koefisien Gini (Gini Ratio) dan cara perhitungan yang digunakan oleh Bank Dunia.
Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang dinamakan Kurva Lorenz. Kurva ini memperlihatkan hubungan kuantitatif antara prosentase penerimaan pendapatan penduduk dengan prosentase pendapatan yang benar-benar diperoleh selama kurun waktu tertentu, biasanya setahun.
 
Dari gambar di atas, sumbu horisontal menggambarkan prosentase kumulatif penduduk, sedangkan sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-masing prosentase penduduk tersebut. Sedangkan garis diagonal di tengah disebut “garis kemerataan sempurna”. Karena setiap titik pada garis diagonal merupakan tempat kedudukan prosentase penduduk yang sama dengan prosentase penerimaan pendapatan.
Semakin jauh jarak garis kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya. Sebaliknya semakin dekat jarak kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin tinggi tingkat pemerataan distribusi pendapatannya. Pada gambar di atas, besarnya ketimpangan digambarkan sebagai daerah yang diarsir.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa suatu distribusi pendapatan makin merata jika nilai Koefisien Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai Koefisien Gininya makin mendekati satu
Menurut teori neoklasik, perbedaan kepemilikan faktor produksi, lama kelamaan akan hilang atau berkurang melalui suatu proses penyesuaian otomatis. Bila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan perbedaan pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan dan subsidi. Kedua sistem ini dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan redistribusi pendapatan.
Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam pemberiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan mengurangi terjadinya ketimpangan. 


Menurut Oscar Lewis (1983), orang-orang miskin adalah kelompok yang mempunyai budaya kemiskinan sendiri yang mencakup karakteristik psikologis sosial, dan ekonomi. Kaum liberal memandang bahwa manusia sebagai makhluk yang baik tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Budaya kemiskinan hanyalah semacam realistic and situational adaptation pada linkungan yang penuh diskriminasi dan peluang yang sempit. Kaum radikal mengabaikan budaya kemiskinan, mereka menekankan peranan struktur ekonomi, politik dan sosial, dan memandang bahwa manusia adalah makhluk yang kooperatif, produktif dan kreatif.
Philips dan Legates (1981) mengemukakan empat pandangan tentang kemiskinan, yaitu Pertama, kemiskinan dilihat sebagai akibat dari kegagalan personal dan sikap tertentu khususnya ciri-ciri sosial psikologis individu dari si miskin yang cendrung menghambat untuk melakukan perbaikan nasibnya. Akibatnya, si miskin tidak melakukan rencana ke depan, menabung dan mengejar tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Kedua, kemiskinan dipandang sebagai akibat dari sub budaya tertentu yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kaum miskin adalah kelompok masyarakat yang memiliki subkultur tertentu yang berbeda dari golongan yang tidak miskin, seperti memiliki sikap fatalis, tidak mampu melakukan pengendalian diri, berorientasi pada masa sekarang, tidak mampu menunda kenikmatan atau melakukan rencana bagi masa mendatang, kurang memiliki kesadaran kelas, atau gagal dalam melihat faktor-faktor ekonomi seperti kesempatan yang dapat mengubah nasibnya.
Ketiga, kemiskinan dipandang sebagai akibat kurangnya kesempatan, kaum miskin selalu kekurangan dalam bidang keterampilan dan pendidikan untuk memperoleh pekerjaan dalam masyarakat.
Keempat, bahwa kemiskinan merupakan suatu ciri struktural dari kapitalisme, bahwa dalam masyarakat kapitalis segelintir orang menjadi miskin karena yang lain menjadi kaya. Jika dikaitkan dengan pandangan konservatisme, liberalisme dan radikalisme, maka poin pertama dan kedua tersebut mencerminkan pandangan konservatif, yang cendrung mempersalahkan kemiskinan bersumber dari dalam diri si miskin itu sendiri. Ketiga lebih mencerminkan aliran liberalisme, yang cendrung menyalahkan ketidakmapuan struktur kelembagaan yang ada. Keempat dipengaruhi oleh pandangan radikalis yang mempersalahkan hakekat atau prilaku negara kapitalis.

 
http://sosialsosial-ips1.blogspot.com/2011/10/distribusi-pendapatan-nasional.html
http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/04/23/49/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar