Distribusi Pendapatan Nasional dan Kemiskinan
Distribusi Pendapatan Nasional
Cara distribusi pendapatan nasional akan menentukan bagaimana
pandapatan nasional yang tinggi mampu menciptakan perubahan-perubahan dan
perbaikanperbaikan dalam masyarakat, seperti mengurangi kemiskinan, penganguran
dan kesulitan-kesulitan lain dalam masyarakat. Distribusi pendapatan nasional
yang tidak merata, tidak akan menciptakan kemakmuran bagi masyarakat secara
umum. Sistem distribusi yang tidak merata hanya akan menciptakan kemakmuran
bagi golongan tertentu saja.
Perbedaan pandapatan timbul karena adanya perbedaan dalam
kepemilikan sumber daya dan faktor produksi. Pihak yang memiliki faktor
produksi yang lebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak juga.
Ada sejumlah alat atau media untuk mengukur tingkat ketimpangan
distribusi pendapatan. Alat atau media yang lazim digunakan adalah Koefisien
Gini (Gini Ratio) dan cara perhitungan yang digunakan oleh Bank Dunia.
Koefisien Gini biasanya diperlihatkan oleh kurva yang dinamakan
Kurva Lorenz. Kurva ini memperlihatkan hubungan kuantitatif antara prosentase
penerimaan pendapatan penduduk dengan prosentase pendapatan yang benar-benar
diperoleh selama kurun waktu tertentu, biasanya setahun.
Dari gambar di atas, sumbu horisontal menggambarkan prosentase
kumulatif penduduk, sedangkan sumbu vertikal menyatakan bagian dari total
pendapatan yang diterima oleh masing-masing prosentase penduduk tersebut.
Sedangkan garis diagonal di tengah disebut “garis kemerataan sempurna”. Karena
setiap titik pada garis diagonal merupakan tempat kedudukan prosentase penduduk
yang sama dengan prosentase penerimaan pendapatan.
Semakin jauh jarak garis kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin
tinggi tingkat ketidakmerataannya. Sebaliknya semakin dekat jarak kurva Lorenz
dari garis diagonal, semakin tinggi tingkat pemerataan distribusi
pendapatannya. Pada gambar di atas, besarnya ketimpangan digambarkan sebagai
daerah yang diarsir.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa suatu distribusi
pendapatan makin merata jika nilai Koefisien Gini mendekati nol (0).
Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai
Koefisien Gininya makin mendekati satu
Menurut teori neoklasik, perbedaan kepemilikan faktor produksi,
lama kelamaan akan hilang atau berkurang melalui suatu proses penyesuaian
otomatis. Bila proses otomatis tersebut masih belum mampu menurunkan perbedaan
pendapatan yang sangat timpang, maka dapat dilakukan melalui sistem perpajakan
dan subsidi. Kedua sistem ini dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan
redistribusi pendapatan.
Penetapan pajak pendapatan/penghasilan akan mengurangi
pendapatan penduduk yang pendapatannya tinggi. Sebaliknya subsidi akan membantu
penduduk yang pendapatannya rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam
pemberiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi menggunakan sistem tarif
progresif (semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase tarifnya), oleh
pemerintah digunakan untuk membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek
pembangunan. Dari sinilah terjadi proses redistribusi pendapatan yang akan
mengurangi terjadinya ketimpangan.
Menurut Oscar Lewis (1983), orang-orang miskin
adalah kelompok yang mempunyai budaya kemiskinan sendiri yang mencakup
karakteristik psikologis sosial, dan ekonomi. Kaum liberal memandang bahwa
manusia sebagai makhluk yang baik tetapi sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Budaya kemiskinan hanyalah semacam realistic and situational adaptation pada
linkungan yang penuh diskriminasi dan peluang yang sempit. Kaum radikal
mengabaikan budaya kemiskinan, mereka menekankan peranan struktur ekonomi,
politik dan sosial, dan memandang bahwa manusia adalah makhluk yang kooperatif,
produktif dan kreatif.
Philips dan Legates (1981) mengemukakan empat
pandangan tentang kemiskinan, yaitu Pertama, kemiskinan dilihat sebagai
akibat dari kegagalan personal dan sikap tertentu khususnya ciri-ciri sosial
psikologis individu dari si miskin yang cendrung menghambat untuk melakukan
perbaikan nasibnya. Akibatnya, si miskin tidak melakukan rencana ke depan,
menabung dan mengejar tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Kedua,
kemiskinan dipandang sebagai akibat dari sub budaya tertentu yang diturunkan
dari generasi ke generasi. Kaum miskin adalah kelompok masyarakat yang memiliki
subkultur tertentu yang berbeda dari golongan yang tidak miskin, seperti
memiliki sikap fatalis, tidak mampu melakukan pengendalian diri, berorientasi
pada masa sekarang, tidak mampu menunda kenikmatan atau melakukan rencana bagi
masa mendatang, kurang memiliki kesadaran kelas, atau gagal dalam melihat
faktor-faktor ekonomi seperti kesempatan yang dapat mengubah nasibnya.
Ketiga, kemiskinan dipandang sebagai akibat kurangnya
kesempatan, kaum miskin selalu kekurangan dalam bidang keterampilan dan
pendidikan untuk memperoleh pekerjaan dalam masyarakat.
Keempat,
bahwa kemiskinan merupakan suatu ciri struktural dari kapitalisme, bahwa dalam
masyarakat kapitalis segelintir orang menjadi miskin karena yang lain menjadi
kaya. Jika dikaitkan dengan pandangan konservatisme, liberalisme dan
radikalisme, maka poin pertama dan kedua tersebut mencerminkan pandangan
konservatif, yang cendrung mempersalahkan kemiskinan bersumber dari dalam diri
si miskin itu sendiri. Ketiga lebih mencerminkan aliran liberalisme, yang
cendrung menyalahkan ketidakmapuan struktur kelembagaan yang ada. Keempat
dipengaruhi oleh pandangan radikalis yang mempersalahkan hakekat atau prilaku
negara kapitalis.
http://sosialsosial-ips1.blogspot.com/2011/10/distribusi-pendapatan-nasional.html
http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/04/23/49/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar